When You Come to My Life 4/?

2u___yunho_yoochun_by_xxkamixx1

Tittle:: When You Come to My Life 4/?

Author:: ideafina a.k.a Jung Yuuri

Maincast:: Lily Jung, Park Yoochun, Jung Yunho

Support cast:: Kim Jaejoong, Kim Junsu, Shim Changmin DBSK, Lee Ang Hyeon

Genre:: Romance, Drama

Rate:: PG

Warning:: ada english! Mian ya kalo ada kesalahan grammar^^

Previous chapter:: 1  2  3

Disclaimer:: This story and DBSK member especially JUNG YUNHO & KIM JAEJOONG is MINE MINE MINE MINE MINE! #kabur dari Cassies

 

~HAPPY READING~

 

Yoochun tersenyum ketika melirik buket bunga mawar putih di kursi penumpang di sebelahnya, sementara ia menyetir.

Ketika performance DBSK selesai, ia langsung pergi menuju rumah sakit tempat Lily dirawat dengan menggunakan mobilnya. Dalam perjalanan ia melihat toko bunga yang masih buka dan membeli bunga untuk Lily. Sayangnya di toko bunga tersebut tidak ada bunga lily, bunga favorit gadis itu. Jadi Yoochun memutuskan untuk membeli bunga mawar putih.

Ia memutuskan untuk memberikan bunga itu pada Lily, tanpa memikirkan jika gadis itu akan menyukainya atau tidak.

***

 

“Seo Junnie sedang apa disini?”tanya Lily ramah pada anak kecil yang bernama Seo Jun itu.

“Seo Junnie sedang menunggu Eomma disini. Eomma dirawat di kamar itu.”jawab anak kecil itu sambil menunjuk kamar tempat tadi ia keluar.

Lily menoleh ke arah kamar itu. Ia lalu berjalan pelan dan mengintip ke dalamnya. Di dalam kamar itu ada seorang yeoja yang umurnya mungkin lebih tua beberapa tahun darinya, sedang tidur dengan tenang di atas tempat tidurnya. Dan ada seorang namja yang duduk di samping sebelah kiri tempat tidur dan menelungkupkan wajahnya di pinggir tempat tidur. Tangannya memegang erat tangan kiri si yeoja. Dari pemandangan itu Lily bisa menduga jika namja itu adalah suami yeoja tersebut.

“Eomma Seo Junnie sakit apa?”tanya Lily.

“Appa bilang Eomma akan segera memberi adik untuk Seo Junnie!”ucap Seo Jun riang.

“Jinjja?”tanya Lily, ia tersenyum lebar melihat kegembiraan di wajah anak itu.

“Mm-hmm!”

Lily memandang pasangan yang sedang tertidur itu, kemudian berkata dengan nada sedih. “Pasti rasanya bahagia sekali ya…”

Pikiran Lily menerawang. Selama ini jika ia sakit, tidak pernah ada yang merawatnya, atau menungguinya seperti itu. Ang Hyeon, sahabatnya, satu-satunya orang terdekatnya, tidak bisa selalu berada di sampingnya karena tinggal di kota yang berbeda. Jika sakit, Lily hanya akan beristirahat di apartemennya, dan mengurus semua yang ia perlukan seorang diri. Tidak seperti dulu…

“Noona sakit apa?”

Lily menoleh pada anak kecil di sebelahnya lalu tersenyum dengan menunjuk keningnya yang diperban. “Noona kecelakaan kemarin.”jawabnya.

“Lalu kenapa Noona tidak istirahat dan jalan-jalan sendirian? Tidak ada yang menemani?”

Lily menggeleng pelan, tersenyum sedih dengan pertanyaan polos anak itu. “Noona tidak punya keluarga yang menemani.”

“Oh.”ucap anak itu dengan sedih. Kemudian ia memperhatikan wajah Lily yang murung dengan seksama. “Noona?”

“Hmm?”

“Noona aslinya lebih cantik. Noona neomu yeppeo.”

Lily mengernyit. Ia merasa seperti pernah mendengar kalimat itu. Lirik lagu?

“Noona neomu yeppeo… replay replay replay…”anak itu bersenandung. Lily baru menyadarinya ketika mendengar Seo Jun bernyanyi. Ternyata ini benar-benar lirik lagu! Lily tersenyum lebar mendengar anak itu bernyanyi untuknya.

“Noona, Seo Junnie jatuh cinta sama Noona sejak melihat Noona di tivi. Kalau sudah besar nanti Noona mau menikah dengan Seo Junnie?”

Dan Lily meledak tertawa mendengar pertanyaan polos anak itu. Ini sudah entah ke sekian kalinya Lily dilamar oleh anak kecil. (=_=)”

***

 

Ang Hyeon berjalan pelan di halaman rumah sakit dengan mengayun-ayunkan plastik cemilan di tangannya sambil bersenandung kecil. Tadi saat menunggui Lily yang tidur, ia memutuskan untuk pergi ke swalayan 24 jam terdekat dan membeli beberapa cemilan, untuknya juga untuk Lily yang ia tahu pasti tidak akan merasa cukup dengan hanya memakan masakan rumah sakit.

Mungkin karena ia terlalu kencang mengayunkan bungkusan plastik itu sampai ia tidak sengaja melepaskannya dan plastik itu terlempar ke depan….

…ke arah seorang namja yang baru keluar dari mobil.

BUKK.

“AWW!!”jerit namja itu saat merasakan pukulan cukup keras di kepalanya.

Ang Hyeon terkesiap kaget melihat hal itu. Dengan ketakutan dan rasa cemas ia berlari cepat ke arah namja yang sekarang sudah terduduk di depan pintu mobil yang terbuka.

“Gwe… gwenchanaseyo? Jeseongeyo. Aku tidak sengaja.”ucap Ang Hyeon dengan menyentuh pelan namja yang terduduk di lantai aspal tempat parkir itu.

“Uuhh…”namja itu mengerang dengan tangan yang memegang kepalanya yang tertunduk.

“Gwenchanaseyo?”tanya Ang Hyeon lagi dengan nada lebih cemas. “Sini kulihat lukanya.”Ang Hyeon menyentuh kepala namja itu, tapi namja itu menepis tangannya pelan.

“Tidak usah.”

Dan tubuh Ang Hyeon langsung membeku saat mendengar suara yang sangat familiar untuknya. Kemudian saat namja itu mengangkat wajahnya dan mereka berpandangan dengan kaget, rasa yang sudah lama tidak dirasakan Ang Hyeon muncul di dadanya.

Jantungnya kembali berdegup kencang. Sama seperti yang 5 tahun lalu dirasakannya saat terakhir kalinya bertemu dengan namja itu.

***

 

Yoochun masih tidak bisa memalingkan pandangannya dari tawa di wajah Lily. Ia merasa ini adalah ekspresi tercantik yang pernah dilihatnya dari Lily, dan ini membuat jantungnya berdegup kencang.

“Sebenarnya aku kenapa?”pikirnya saat merasakan debaran jantungnya.

“Noona, kenapa tertawa? Ayo jawab.”rengek anak itu. Lily berusaha menghentikan tawanya, khawatir jika suara tawanya membuat pasien yang mendengar merasa terganggu.

“Mian, mian.”kata Lily setelah tawanya reda. “Noona hanya merasa heran. Kita kan baru bertemu, kenapa Seo Junnie langsung menyukai Noona?”

“Karena Noona neomu yeppeo. Jadi Noona, kalau sudah besar nanti Noona mau ya menikah dengan Seo Junnie? Seperti Appa dan Eomma.”

Yoochun mau tidak mau tersenyum mendengar ucapan anak itu. Tidak heran jika Lily tertawa. Ucapan polos anak itu benar-benar menggelikan untuknya.

“Ne~ Noona janji akan menikah dengan Seo Junnie kalau Noona saat itu belum menikah dengan siapapun.”kata Lily dengan menahan tawa.

“Asik!”ucap Seo Jun riang. Lily tertawa kecil lalu mengalihkan perhatiannya ke arah lain, dan ia terkejut ketika melihat Yoochun tersenyum padanya.

Yoochun tersenyum dan menatap Lily cukup lama, sampai akhirnya Lily memutuskan pandangannya dengan mengalihkan pandangannya kembali ke anak itu.

“Nah, sekarang Noona mau kembali ke kamar.”kata Lily, kemudian ia mengecup pipi anak kecil itu. “Annyeong, Seo Junnie~”katanya dengan melambaikan tangan lalu pergi ke arah kamarnya berada.

Yoochun tersenyum melihat Lily menghampirinya, tapi Lily sama sekali tidak memandang Yoochun dan malah terus berjalan ke arah kamarnya.

“Hei! Lily!”panggil Yoochun mengikuti Lily.

Lily terus berjalan tanpa mempedulikan Yoochun.

“Are you ok? You should’nt go anywhere if you’re still feeling sick.”kata Yoochun sambil terus mengikuti Lily sampai ke kamar rawat gadis itu. Saat Yoochun ikut masuk ke kamarnya, Lily berbalik dan menatap Yoochun tajam.

“I’m not feeling well. And I wanna sleep right now. So, you can go.”ucap Lily dengan nada datar.

“I can accompany you while you sleeping.”tawar Yoochun dengan tersenyum ramah.

Lily mengernyit. “Aku tidak akan bisa tidur jika aku tahu ada seseorang yang mengawasiku.”tolaknya, berusaha sebisa mungkin menahan rasa kesalnya. Bagaimana pun juga Lily tahu Yoochun berniat baik untuk menjenguknya. Tapi ia tidak ada keinginan untuk berbicara dengan siapapun, atau ditemani siapapun sekarang ini. Apalagi Yoochun.

“Ok.”jawab Yoochun dengan nada kecewa. Kemudian ia mengangsurkan buket bunga di tangannya pada Lily. “Setidaknya terima bunga ini.”

Lily menatap nanar buket bunga mawar putih di tangan Yoochun.

 

Aku berjanji kau akan segera memegang bunga mawar putih di altar. Mau kan kau menungguku?”

 

“Lily?”panggil Yoochun. Lily tersentak dari lamunannya lalu memandang Yoochun. Yoochun tertegun ketika melihat Lily tersenyum sedih dengan mata yang berkaca-kaca.

“Waegurae?”tanya Yoochun cemas dengan satu tangan menyentuh lembut wajah Lily. “Kenapa menangis? Ada yang sakit?”

Lily menepis tangan Yoochun pelan. “Siapa yang menangis? Aku ngantuk.”jawab Lily lalu naik ke atas tempat tidurnya dan berbaring menyamping membelakangi Yoochun.

“Kau mau kupanggilkan suster?”tanya Yoochun yang masih khawatir.

“No need. You can go now.”

Lalu ketika Yoochun ingin meletakkan buket bunga itu di meja, Lily menolaknya. “You can bring that with you. I don’t need anything, even it just flowers.”ucap Lily dengan memejamkan mata.

Yoochun menghela napas lalu memegang buket bunga itu, tapi kemudian ia kembali meletakkan kembali bunga itu dengan pelan, agar Lily tidak mendengarnya.

“Nan kalkhae. I hope you will be better soon. I’ll be waiting to work again with you.”ucap Yoochun, lalu meninggalkan Lily sendiri.

Lily membuka matanya saat mendengar pintu kamarnya tertutup. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat buket bunga mawar putih yang ditinggalkan Yoochun di meja.

“I miss you, Oppa. I really miss you.”bisik Lily. Lily memandang bunga itu lama dan membiarkan airmatanya mengalir keluar.

***

 

“Ang Hyeon?”

Lagi-lagi Ang Hyeon merasakan perasaan familiar itu lagi. Saat namja itu menyebut namanya dengan suara huskynya, dan saat namja itu memandang matanya dengan mata musangnya yang tajam. Ang Hyeon akan merasa…

Namja itu tersenyum. “Oremanieyo.”

Jantung Ang Hyeon berdegup semakin kencang melihat senyuman lembut itu. “O… oremanieyo… Ju… Jung Yunho-ssi…”

Kemudian Yunho bangkit dari posisi jatuhnya dan berdiri menjulang di hadapan Ang Hyeon. “Kau yang melemparku?”tanyanya saat melihat bungkusan plastik di bawahnya yang isinya sudah berceceran.

“Ah!”Ang Hyeon baru teringat akan kejadian sebelumnya. “Mianheyo! Aku tidak sengaja! Gwenchana? sini kulihat kepalamu!”ucap Ang Hyeon merasa bersalah lalu langsung berjinjit dan menyentuh kepala Yunho.

Tapi sedetik kemudian, Ang Hyeon menyadari jika gerakannya salah. Karena sekarang posisi wajahnya dan wajah Yunho menjadi sangat dekat saat Yunho menunduk untuk menyesuaikan ke tinggi badannya. Wajahnya langsung merona merah. Dengan gugup ia melepaskan tangannya dari kepala Yunho.

“Mianheyo!”ucap Ang Hyeon malu dengan menundukkan wajah.

Yunho tersenyum melihat ekspresi Ang Hyeon. Gadis di hadapannya ini ternyata masih tidak berubah. Masih bersikap seperti itu jika bertemu dengannya. Kemudian Yunho membungkuk untuk memunguti belanjaan Ang Hyeon yang berceceran, lalu memberikannya pada Ang Hyeon.

“Gomapta.”ucap Ang Hyeon pelan dengan sedikit membungkukkan badan.

“Ia… baik-baik saja kan?”tanya Yunho pelan dengan nada khawatir.

Ang Hyeon tahu siapa yang ditanyakan Yunho, tapi ia tidak boleh menjawabnya. “Nu… nuguseyo?”

Yunho berdecak. “Kau tahu siapa yang kumaksud, Lee Ang Hyeon.”

“Molla. Nan mollayo.”jawab Ang Hyeon cepat lalu berjalan pergi. Tapi Yunho menarik tangannya.

“Kalau begitu untuk apa kau disini?”

“Kau tahu kan kalau aku perawat?”

Yunho mendengus kesal. “Disini? Di rumah sakit ini? Bukankah kau selalu menginginkan dirimu mengabdi merawat anak-anak yang sakit di rumah sakit anak?”

“Jangan sok tahu tentangku.”ucap Ang Hyeon dingin lalu menarik tangannya dengan paksa dari cengkeraman Yunho.

Yunho menghela napas. “Cemilan yang kau beli… kebanyakan adalah cemilan kesukaan dia. Aku selalu ingat jika ia akan memakan cemilan itu jika lapar di malam hari, Hyeon-ah…”ucap Yunho lembut.

Ang Hyeon merasa bingung harus berkata apa sekarang. Jika Yunho berada disini, sudah pasti namja itu ingin menemui seseorang kan? Menemui Lily. Dan Ang Hyeon tahu adalah hal yang percuma jika ia berbohong untuk sesuatu yang sudah jelas.

“Ia baik-baik saja.”ucap Ang Hyeon akhirnya setelah mereka berdua terdiam cukup lama. Ang Hyeon memutuskan untuk ‘sedikit’ jujur. “Kepalanya terbentur setir mobil saat ia banting setir dan mobilnya menabrak pohon. Tapi tidak ada gegar otak, dan tidak ada yang tertabrak. Jadi ya… ia baik-baik saja.”

Yunho menghela napas lega lalu tersenyum. “Syukurlah. Aku takut sekali saat mendengar berita kecelakaannya.”Kemudian ekspresinya berubah menjadi sedih. “Aku takut kehilangannya lagi. Aku takut, jika kali ini aku mungkin tidak bisa melihatnya lagi…”

Ang Hyeon menatap sedih wajah sendu Yunho.“Kau selalu memikirkannya lebih dari apapun…”

Yunho lalu mengangkat wajahnya lalu tersenyum lembut pada Ang Hyeon. “Gomawo, karena selama ini kau selalu bersamanya.”

Ang Hyeon terkejut dengan ucapan Yunho. “Darimana kau tahu?”

Yunho tersenyum kecil. “Sejak terakhir kali kita bertemu, saat aku menanyakan dimana ia, aku tahu saat itu kau berbohong. Tapi aku juga tahu jika saat itu aku juga tidak bisa memaksamu untuk memberitahuku. Makanya aku memilih untuk menyerah memaksamu. Karena kupikir, ia hanya butuh waktu untuk sendiri. Dan aku percaya jika kau akan selalu menjaganya. Tapi… ia semakin jauh dan jauh dari jangkauanku. Aku semakin sulit untuk menemuinya.”

“Kau melepaskannya.”ucap Ang Hyeon tajam.

“Aku tidak melepaskannya!”

“Anhi.”Ang Hyeon menggeleng pelan. “Kau tahu ia mempercayaimu lebih dari siapapun. Ia yakin kau akan selalu berada di sisinya. Tapi saat itu kau tidak datang.”

“Kau seharusnya tahu keadaanku saat itu. Aku dirac..”

“Aku baru tahu bagaimana keadaanmu setelah beberapa hari setelahnya.”potong Ang Hyeon dengan mengangguk pelan. “Tapi… tetap saja itu semua sudah terjadi. Kalau saat itu kau datang, mungkin ia tidak akan sehancur itu. Walaupun aku tahu keadaanmu saat itu tidak memungkinkan. Setelah itu pun tidak ada yang berusaha mencarinya, peduli dengan keadaannya. Orang-orang yang dianggapnya keluarga… semua meninggalkannya. Apa kau tahu bagaimana rasanya jika orang yang paling kau cintai tiba-tiba menghilang dari sisimu? Saat itu aku bahkan tidak kuat melihatnya seperti itu.”ucap Ang Hyeon dengan mata berkaca-kaca.

Yunho merasa hatinya teriris mendengar ucapan Ang Hyeon. “Jadi benar namja itu meninggalkannya?!”ucap Yunho geram.

“Kau yang sejak awal meninggalkannya!”seru Ang Hyeon marah.

“Ia yang lebih memilih bersama namja itu!”

“Kau tahu ia mencintainya! Kau tahu ia bisa memberikan semua kenyamanan yang lebih dari yang bisa diterimanya darimu! Kau tahu jika namja itu selalu berada di sisinya, melindunginya semenjak kau memutuskan untuk pergi mengejar impianmu itu!”bentak Ang Hyeon. “Tapi kau… kau tidak mau menerimanya dan malah berbalik menjauhinya. Karena sejak kecil ia selalu bersamamu, kau merasa dirimu sangat penting. Kau merasa jika ia akan selalu memilihmu, mendengarkanmu. Sampai pada akhirnya, ketika kau tidak dipilih, tidak didengar, kau mulai merasa marah. Kau terlalu posesif terhadapnya. Kau egois. Padahal kau tidak bisa selalu menjaganya seperti namja itu. Kau tidak bisa menjadikannya prioritas utama dalam hidupmu, walaupun kau tahu ia menganggapmu segala-galanya.”

“Diam!”seru Yunho keras, membuat Ang Hyeon terkejut. Ang Hyeon menatap mata Yunho yang sekarang mulai berkaca-kaca. “Tidak… aku tidak pernah berpikir seperti itu… tidak pernah…”Yunho mati-matian menahan airmata kemarahannya yang akan mengalir.

Mereka berdua hening beberapa saat.

“Mianheyo, tidak seharusnya aku berkata seperti itu padamu. Aku tahu kau sangat menyayanginya.”ucap Ang Hyeon pelan dengan nada lebih lembut.

Yunho tidak menjawab apapun dan membalikkan tubuhnya, menghindari Ang Hyeon melihatnya mengusap airmatanya.

“Kau tahu, mungkin jika saat itu kau menyetujui hubungan mereka, ia tidak akan seperti sekarang ini. Ia tidak akan menjauhimu.”ucap Ang Hyeon pelan, memecah keheningan di antara mereka.

“Tapi aku punya alasan untuk tidak menyetujuinya.”jawab Yunho. Ia kembali berbalik menghadap Ang Hyeon.“Alasan yang saat itu jika diungkapkan mungkin akan membuat dirinya merasa lebih hancur lagi.”

“Apa itu?”

Yunho menggeleng pelan. “Aku tidak mungkin memberitahumu.”

Kemudian mereka hening sejenak, sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Ang Hyeon-ssi…”panggil Yunho akhirnya setelah hening agak lama. “Maukah kau membantuku untuk membuatnya kembali?”

***

 

“Maafkan aku, tolong jangan membenciku… Aku mencintaimu…”

 

Lily merasakan kesadarannya perlahan menghilang ketika ia mengingat semua kenangan menyakitkan itu. Rasa pusing akibat benturan, juga keinginan keras untuk tidak mengingat kenangan menyakitkan yang muncul tiba-tiba itu membuat pikiran Lily akhirnya kelelahan dan ia mulai mengantuk. Saat matanya baru mulai terpejam itulah ia merasakan tangan lembut yang dikenalnya menyentuh kepalanya. Dengan berhati-hati mengusap lembut puncak kepalanya. Rasa nyaman yang sudah lama tidak dirasakannya, seperti kembali bersamaan dengan setiap usapan lembut yang dirasakannya.

Malam itu usapan lembut di kepalanya itu membuat Lily tidur dengan nyenyak.

***

 

Yunho memejamkan mata dan mengernyit ketika ucapan Ang Hyeon kemarin malam berputar-putar di kepalanya. Saat itu ia memang menyangkalnya, tapi entah kenapa sekarang ia meragukan hal itu. Dulu ia memang sangat marah dengan keputusan Lily. Apa benar itu yang dirasakannya saat Lily memilih orang lain dibandingkan dirinya? Apa benar itu karena ia merasa dirinya sangat penting untuk gadis itu? Dan ia merasa… cemburu?

 

“Tidak. Aku tidak akan pernah menyetujuinya.”

“Apa alasannya?”

“Aku punya alasan, dan aku tidak akan memberitahumu.”

“Lalu bagaimana mungkin aku bisa mengikuti kemauanmu jika kau tidak mau memberitahuku alasannya?!”

“ Seharusnya kau mengerti apa yang kulakukan semua demi kebaikanmu!”

 “Aku sudah besar! Aku bukan gadis kecil lagi yang akan mengikutimu kemanapun! Meminta pendapatmu setiap melakukan sesuatu! Aku bisa memutuskan semuanya seorang diri! Dan dia… dia yang kuinginkan… Jebal… mengertilah…”

“Kalau kau begitu menginginkannya. Kau bisa memilih: dia atau aku?”

“…… jangan paksa aku untuk memilih.”

“Mulai besok, aku minta kau jangan menemui dia la…”

“Aku memilihnya, Oppa.”

“….”

“Oppa, mianhe…”

“Kalau begitu, anggap saja kau tidak pernah mengenalku.”

 

Tidak. Yunho menggeleng. Ia mungkin memang merasa cemburu, tapi saat itu semua penolakannya terhadap pilihan Lily ada alasannya. Dan itu bukan karena keposesifannya terhadap gadis itu. Ia punya alasan. Alasan yang tidak mungkin ia katakan pada Lily karena tidak ingin membuat hati gadis itu lebih hancur lagi.

Tapi bagaimana jika saat itu ia katakan alasannya? Apa hasilnya akan berbeda? Apa mungkin hubungan mereka akan tetap sama? Tidak seperti sekarang.

Lalu sebenarnya, dimana namja itu sekarang? Orang yang bagi Yunho menjadi pusat semua masalah. Dimana ia?

“Yunho!”

Yunho terkesiap kaget mendengar namanya dipanggil dengan keras. “Jae… Jaejoongie…?”ucapnya pelan saat melihat wajah cemas Jaejoong di hadapannya.

“Gwenchana? kau terlihat kosong dan ekspresimu mencemaskan sejak tadi. kau sakit?”

Yunho tidak menjawab pertanyaan Jaejoong. Ia kembali mengingat kenangan buruk itu. Hari terakhir ia berbicara dengan Lily enam tahun yang lalu.

 

“Tunggu Oppa ne? Oppa akan segera kesana sekarang.”

“Oppa, kumohon datanglah secepatnya. Appa mengusirku… aku takut sekali…”

“Ne. Aku janji akan segera kesana.”

“Oppa akan datang cepat kan? Ne?”

“Oppa akan mengusahakannya. Setelah performance kami selesai, aku akan segera kesana. Uljima. Aku akan segera datang. Uljima ne?”

“Ne…”

 

“Aku teringat kenangan buruk.”

“Kenangan buruk? Kenangan buruk apa? Apa itu yang akhir-akhir ini membuatmu sering terlihat gelisah?”

Kemudian Yunho tersadar akan sesuatu. Kenapa akhir-akhir ini ia selalu mengingat kenangan buruknya bersama Lily? Kenapa tidak kenangan yang indah yang muncul dalam ingatannya? Apa gadis itu sama seperti dirinya? Hanya mengingat kenangan buruk yang terjadi di antara mereka? Makanya gadis itu terlihat sangat membencinya? Apa itu karena semua kenangan buruk mereka?

Yunho memandang Jaejoong dalam-dalam. “Jaejoongie…”

“Ne?”

“Apa… apa yang harus kulakukan untuk menyingkirkan semua kenangan buruk yang muncul?”

Jaejoong mengernyit. “Menghilangkan kenangan buruk?”tanyanya, Yunho mengangguk. “Kalau aku… aku akan berusaha mengingat hanya kenangan yang menyenangkan saja. Atau kalau perlu, aku akan menciptakan hal-hal baru yang menyenangkan untuk kuingat.”

“Mengingat kenangan yang menyenangkan? Menciptakan hal baru?”

***

 

Lily berjalan-jalan sendirian di tepian sungai Han sambil berbicara dengan managernya di ponselnya. Ia tidak memakai penyamaran apapun, karena tidak ada banyak orang disini saat menjelang tengah malam seperti ini. ia ingin menjernihkan pikirannya dari banyaknya masalah yang menimpanya. Tapi ternyata walaupun berniat seperti itu, tetap saja masalah tetap datang padanya.

“Kita tidak bisa menuntut mereka Lil. Mereka salah satu media infotainment terbesar di Korea, kau bisa semakin disulitkan jika kita menuntut mereka. Mereka bisa saja mencari tahu mengenai hal-hal pribadimu untuk semakin menyulitkanmu.”

Lily menghela napas mendengar ucapan managernya di telpon. Ia pikir namanya bisa bersih jika ia menuntut media itu karena pemberitaan mereka yang tidak benar. Tapi ternyata tidak bisa. Mereka malah mengancamnya seperti itu.

Rasanya Lily ingin mundur dari dunia yang membesarkan namanya itu. Ia ingin hidup normal. Jauh dari semua hal yang menyusahkan pikirannya. Tapi selain akting, apa yang bisa dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga Youngri? Jika bukan karena anak itu Lily mungkin akan menyerah dari dunia akting sekarang.

“Oppa, kumohon, lakukan apapun yang Oppa bisa untuk mencegah mereka menyentuh kehidupan pribadiku.”pinta Lily. Kemudian setelah mendengar kata-kata menenangkan dari managernya, Lily memutuskan hubungan telpon mereka.

Dengan perasaan kesal Lily duduk di salah satu bangku yang kosong, memandang lampu-lampu yang menghiasi jembatan sambil memakan coklat batangan.

“What are you doing here?”

Lily tersentak kaget ketika mendengar suara yang familiar itu. Ia berbalik dan menemukan Yoochun memandangnya dengan senyum ramahnya yang biasa.

Lily memandang Yoochun yang tersenyum dengan mengernyit sementara coklat batangan yang dimakannya masih menggantung di mulutnya. Ekspresi yang menurut Yoochun terlihat cute.

“May I sit with you?”tanya Yoochun lagi saat menyadari jika Lily tidak ingin repot-repot menjawab pertanyaan awalnya tadi, melihat coklat yang masih digigitnya itu.

Awalnya Lily ragu karena ia ingin sendirian saja. Tapi jika dengan sendirian ia jadi berpikir hal-hal yang tidak menyenangkan, lebih baik ia membiarkan Yoochun menemaninya. Kali ini saja ia membiarkan Yoochun menemaninya.

Kemudian Lily mengangguk kecil lalu kembali mengunyah coklatnya itu. Yoochun tersenyum senang dan duduk di sebelah gadis itu.

“Kau seharusnya istirahat.”ucap Yoochun, memulai pembicaraan.

“Aku sedang istirahat sekarang. Refreshing.”jawab Lily cuek.

“Bagaimana lukamu? Sudah baikan?”

“It’s not that bad. Thanks for your concern. Mungkin tiga hari lagi aku bisa kembali syuting.”jawab Lily pelan. Lalu ia mengeluarkan satu coklat batangan di saku jaketnya dan memberikannya pada Yoochun.

“Hah?”

“Makan. Aku tidak mungkin membiarkanmu hanya sekedar melihatku makan.”kata Lily sambil menyodorkan coklat itu ke tangan Yoochun.

Yoochun sedikit terkejut dengan sikap Lily. Ia tersenyum. Ini berarti gadis ini tidak merasa terganggu dengan kehadirannya. “Thanks. Tapi kau tidak ingin makan lagi?”

Lily merogoh kantong jaketnya lalu mengeluarkan tiga bungkus coklat batangan dan memperlihatkannya pada Yoochun. “Aku masih ada banyak.”jawabnya dengan nada datar yang membuat Yoochun tertawa geli.

Lily mengangkat sebelah alisnya, memandang Yoochun dengan ekspresi: ‘apa?’

“Kau tidak takut gemuk jika makan coklat banyak-banyak di malam hari?”tanya Yoochun masih dengan tersenyum geli.

“Seorang artis dan model memang harus berbadan langsing, tapi bukan berarti ia harus kelaparan.”jawab Lily dengan nada sebal.

Yoochun sedikit terkejut dengan ucapan defensif Lily. “Wait! I didnt mean that! Mian, jika kau merasa aku menyindirmu. Tapi aku tidak bermaksud mengatakan kau shiksin atau…eh… maksudku… tidak salah kok punya porsi makan besar…ng… maksudku…”Yoochun terlihat kesulitan mengucapkan maksudnya.

“Sudahlah. Aku tidak peduli kau mau mengatakan apa tentangku.”ucap Lily cuek lalu menggigit coklatnya besar-besar. Seolah-olah memperlihatkan jika ia tidak peduli dibilang rakus.

“Ng… ok…”jawab Yoochun masih merasa tidak enak dengan ucapannya barusan. Namja itu merasa bingung sendiri. Ini pertama kalinya ia merasa gugup berbicara dengan yeoja. Apa mungkin karena tatapan tajam Lily cukup mengerikan untuknya?

Lily menghela napas melihat Yoochun yang masih terlihat merasa bersalah. “Mianhe. Aku hanya sedang bad mood jadi aku butuh coklat untuk menghilangkan rasa kesalku.”ucapnya.

“Sama sekali tidak ada efeknya…”gerutu Yoochun pelan, tapi Lily bisa mendengarnya dan gadis itu tertawa kecil.

“I hear you…”ucap Lily.

Yoochun terkejut mendengar ucapan Lily lalu tersenyum melihat gadis itu yang tersenyum tipis sambil memandang pemandangan malam sungai Han. Yoochun merasa senang karena gadis itu mau lebih banyak bicara daripada biasanya.

“Bagaimana kabarnya?”

Lily menghadap Yoochun. “Nugu?”

“Anak kecil yang melamarmu waktu itu.”jawab Yoochun dengan tersenyum geli.

“Aku bertemu dengan orangtuanya esok paginya. Dan ternyata ibunya adalah fansku.”jawab Lily dengan tersenyum kecil. “Tidak heran jika ia menyukaiku secepat itu. Ibunya bilang ia terpengaruh olehnya.”

“Kau punya banyak sekali fans.”

“Tidak seperti kalian kan? 800.000 fans official, belum lagi fans yang bukan official. Wow!”

“Kau tahu?”tanya Yoochun kaget.

“Mana mungkin aku tidak tahu kalau Jung Yunho…”Kemudian Lily terdiam, menyadari ia sudah hampir kelepasan bicara. Yoochun menatapnya penasaran. “…maksudku temanku fansnya Jung Yunho-ssi.”

“Oh…”

“Oh ya, temanku memintaku untuk meminta tanda tangan kalian. Bolehkan? Nanti saat syuting aku bawa albumnya.”ucap Lily sambil terus memandang ke depan, ke arah sungai Han.

“Temanmu yang fansnya hyung itu?”

“Bukan. Temanku yang fans beratmu.”

“Ok!”jawab Yoochun senang.

Lily meliriknya. “Kau terlihat senang sekali saat aku menyebut temanku itu fansmu.”

“Temanmu sepertinya banyak yang Cassiopeia ya? Apa mungkin kau juga?”tanya Yoochun terdengar penuh harap, membuat Lily berdecak.

“Sayangnya aku bukan. Lagipula kalaupun aku fansmu, aku akan langsung berbalik jadi antifansmu saat kau menyentuh pantatku.”

“Hei! Itu kan tidak sengaja!”jawab Yoochun defensif. “Lagipula itu sudah lama, dan kita sudah berbaikan kan?”

Lily memutar bola matanya. “Tetap saja aku sudah telanjur menganggapmu pervert.”

“Aish!”ucap Yoochun sebal.

“Kesan pertama selalu paling diingat.”ucap Lily, tersenyum kecil dengan pandangan menerawang, seolah-olah memikirkan hal yang lain. Yoochun memandang wajah cantik gadis itu. Kenapa ia selalu merasakan kesedihan dan kesepian di setiap ekspresi gadis itu? Membuat dirinya merasa ingin sekali memeluk dan menenangkan gadis itu.

Yoochun menampar kepalanya dalam hati. Apa yang baru saja dipikirkannya sih?

“Kenapa melihatku seperti itu?”tanya Lily saat sadar jika Yoochun memandangnya intens.

Yoochun terus memandangnya intens. Wajah Lily yang cantik terlihat semakin cantik saat angin bertiup pelan dan membuat rambut panjangnya menari-nari indah. Apalagi dengan latar lampu-lampu indah jembatan sungai Han. “You are so beautiful.”ucap Yoochun tersenyum.

Lily memutar bola matanya. “Aku tahu aku cantik. Kau tidak perlu mengatakannya lagi. Itu hanya akan membuatku berpikir kau itu bukan hanya pervert tapi juga genit.”

Geez~ percaya diri sekali. Pikir Yoochun geli.

“Karena kau sudah telanjur menganggapku pervert, jadi sekalian saja aku bersikap seperti itu kan?”goda Yoochun.

“Hah?”

Yoochun menggeser duduknya semakin dekat dengan Lily, membuat gadis itu kebingungan dan perlahan memundurkan duduknya. Matanya membelalak lebar ketika wajah Yoochun semakin dekat dengannya dan ia semakin mundur ke belakang sampai akhirnya Lily terjatuh dari bangku.

“Ah!”ucap Lily kaget saat terjatuh di rumput, membuat Yoochun tertawa.

“Yak!”

“This is a payback. Balasan untukmu karena menyatakan aku pervert dan menamparku waktu itu.”ucap Yoochun dengan cengiran lebarnya.

Lily duduk dan menatapnya kesal, kemudian ketika Yoochun tersenyum dengan menyodorkan tangannya, Lily berdecak lalu menerimanya. Kemudian dengan sekuat tenaga gadis itu menarik tangan Yoochun ke samping agar namja itu jatuh ke sampingnya.

“And this is my payback.”ucap Lily dengan nada puas, membuat Yoochun tertawa.

Dan setelah itu mereka berdua mengobrol tentang berbagai hal sampai tengah malam. Saat itu Lily merasa tidaklah buruk jika seorang Park Yoochun menemaninya. Sementara Yoochun, ia merasa ketertarikannya akan gadis itu semakin kuat.

Tapi tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengikuti  dan mengawasi gerak-gerik mereka berdua.

***

 

Lily keluar dari lift dan berjalan perlahan menuju apartemennya. Sepanjang jalan ia terus tersenyum kecil mengingat obrolannya dengan Yoochun tadi. Walaupun mereka hanya membicarakan hal-hal yang tidak jelas (sebenarnya Yoochun yang lebih banyak berbicara), tapi Lily merasa tidak masalah akan hal itu. Setidaknya ia jadi tidak perlu mengingat hal-hal lain yang tidak menyenangkan.

Kemudian saat semakin mendekati apartemennya, Lily terkejut ketika menyadari ada seorang namja yang duduk di depan pintu apartemennya dengan memeluk lutut dan membenamkan wajahnya disana. Sepertinya ia sedang tertidur dengan posisi tidak mengenakkan itu.

Lily tidak tahu itu siapa. Dengan kebingungan ia mendekatinya lalu menyentuh bahunya perlahan. “Chogiyo… nuguseyo? jangan tidur disini…”ucapnya pelan.

Namja itu menggeliat kecil terusik sentuhan tangan Lily. Kemudian Lily terkejut ketika namja itu mengangkat wajahnya. Jung Yunho.

“Ah. Kau sudah pulang?”tanya Yunho senang dengan mata masih mengantuk.

Lily menatapnya dingin. “Kau tahu darimana tempat tinggalku?”tanyanya tajam. Lily merasa kesal. Padahal selama ini tidak ada yang tahu tempat tinggalnya yang sebenarnya. Tapi kenapa Yunho bisa berada disini? Tidak mungkin managernya kan yang memberitahu Yunho? Ia tidak mungkin berani melakukan hal itu tanpa seizin Lily.

Yunho bangkit dan berdiri di hadapan Lily. “Aku punya caraku.”jawab Yunho.

Lily memutar bola matanya. Ia menekan keycode pintu apartemennya lalu membukanya. Tapi saat ia masuk dan akan menutup pintunya, Yunho menahan pintunya.

“Chankaman!”kata Yunho dengan menahan pintu agar Lily tidak menutupnya. “Kau tidak mengundangku masuk?”

“Aku tidak mengundangmu, dan aku tidak menerima tamu laki-laki pada jam segini.”jawab Lily dingin, berusaha mendorong pintunya untuk menutup, tapi tidak bisa. Tenaga Yunho lebih besar darinya.

“Tapi aku kan…”

“Mianheyo, Jung Yunho-ssi.”potong Lily. “Bukankah sudah jelas jika aku tidak ingin kau mendekatiku? Apa kau tidak mengerti bahasa Korea? Sekarang aku ingin istirahat, dan tidak ingin diganggu!”ucapnya tajam lalu mendorong pintu sekuat tenaga sampai akhirnya Yunho menyerah dan pintu itu menutup.

Yunho menghela napas. Ia tahu jika akan sulit baginya untuk mendekati Lily, walaupun dengan cara memaksa. Tapi jika tidak dengan cara memaksa, mungkin akan semakin sulit baginya untuk mendekati Lily dan menyelesaikan masalah mereka.

Tiba-tiba Yunho merasakan hidungnya gatal dan ia bersin dengan keras. Tidur dengan posisi duduk di lantai yang dingin selama lebih dari tiga jam membuatnya flu sekarang.

“Aigoo~ *sniff* *sniff* aku jadi flu sekarang…”gumamnya pelan sambil memencet hidungnya yang terasa gatal. Kemudian ia bersin-bersin lagi.

Tiba-tiba pintu apartemen Lily terbuka. Yunho tersenyum melihat Lily yang masih memasang ekspresi kesal. “Berapa lama kau menungguku disini?”tanyanya.

“Err… empat atau lima jam mungkin? Aku datang saat jam makan malam.”jawab Yunho dengan tersenyum. Ia yakin jika setelah ini Lily akan menyuruhnya masuk. Setidaknya untuk memberinya minum teh hangat. Gadis itu tidak mungkin setega itu padanya.

Tapi itu tidak terjadi. Lily melemparkan sebuah syal tebal yang ditangkap Yunho karena kaget.

“Pakai ini, lalu pergi dari sini.”ucap Lily dingin lalu membanting pintu, membuat Yunho memejamkan matanya karena kaget.

***

 

Esok paginya di RS anak Gwangju.

“Kau yakin kau sudah tidak apa-apa?”

Lily tersenyum kecil pada managernya yang memandangnya cemas. “Gwenchana, Oppa. Aku kesini kan untuk bertemu Youngri dan beristirahat. Lagipula disini kan rumah sakit. Kalau aku masih merasa sakit aku bisa minta tolong dokter disini.”

Manager Oppa menghela napas. “Geurae. Kau manfaatkanlah waktumu dengan baik. Dua hari lagi aku jemput.”katanya.

Lily mengangguk kecil lalu keluar dari mobil dan berjalan masuk ke lobi rumah sakit. Saat berjalan di koridor, ia beberapa kali menjawab sapaan dari perawat dan keluarga pasien yang mengenalnya. Senyumnya melebar ketika ia tiba di sebuah kamar rawat VIP dan melihat seorang anak kecil bermain di antara tumpukan mainannya di lantai berkarpet kamar rawat itu.

“Eomma!”

“Youngie! Bogoshippooooo!!!”ucap Lily senang dengan memeluk erat anak itu.

“Na do bogoshippo, Eomma!”

Lily mengecup sayang kedua pipi Youngri. “Youngie sudah makan? Sudah minum obat? Apa kata dokter?”tanya Lily saat duduk memangku Youngri.

“Dokter bilang kesehatan Youngie sedang stabil. Youngie tidak mengerti maksudnya sih, tapi kata dokter Youngie boleh main di luar. Dan Youngie juga merasa akhir-akhir ini jantung Youngie tidak selalu sakit.”jelas anak itu gembira.

“Jinjja?”ucap Lily senang.

“Mm-hmm.”

“Lalu kenapa Youngie tidak main keluar?”

“Youngie menunggu Eomma datang”.Kemudian Youngri memandang Lily dengan ragu.

“Wae, Youngie? Marhaebwa.”kata Lily saat melihat ekspresi Youngri.

“Ng… Eomma, Youngie boleh ikut ke Seoul dengan Eomma?”

Lily terkejut dengan pertanyaan itu. “Ke Seoul? Untuk apa?”

“Youngie mau tinggal dengan Eomma.”

Permintaan sederhana itu cukup membuat Lily terkejut. Biasanya Youngri hanya bertanya alasan kenapa ia harus tinggal di rumah sakit di Gwangju, sementara Lily di Seoul. Kenapa ia tidak dirawat di rumah sakit di Seoul saja. Tetapi anak itu belum pernah meminta untuk tinggal bersama Lily, dan permintaan yang pertama kali itu membuat Lily cukup terkejut.

“Youngie janji tidak akan merepotkan dan akan bersikap baik.”ucap anak itu dengan ekspresi memelas.

Lily tersenyum. “Eomma tidak merasa Youngie merepotkan kok. Eomma sedang memikirkan siapa yang akan menjaga Youngie disana jika Eomma bekerja. Belum lagi kesehatan Youngie. Eomma tanya dokter dulu ya?”ucapnya lembut. Mana mungkin ia menolak permintaan sederhana itu kan?

“Ne.”jawab Youngri sedikit kecewa. “Keundae, Eomma, kalau Youngie tidak bisa tinggal dengan Eomma, boleh nggak Youngie sekali saja ikut ke Seoul bersama Eomma? Hanya untuk beberapa hari saja. Boleh ya?”pintanya memohon.

“Kita tanya dokter dulu ya. Kalau dokter bilang boleh, Youngie boleh menginap di Seoul selama beberapa hari.”

Youngri tersenyum lebar lalu mengacungkan jari kelingkingnya pada Lily. “Yaksok?”

Lily mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Youngri. “Yaksok.”jawabnya dengan senyuman lebar yang sama.

***

 

“Bolehkan, Han Isa-nim?”tanya Lily dengan nada memohon pada pimpinan agensinya. Ia segera menelpon pimpinan agensinya itu sesaat setelah mendapat kepastian dari dokter kalau Youngri bisa ikut dengannya ke Seoul selama seminggu.

Lily mendengar pria tua itu menghela napas. “Sebenarnya akan beresiko sekali kalau wartawan tahu hal ini. Tapi aku tahu Youngri sangat penting untukmu, dan ini pertama kalinya kau meminta hal yang sepenting ini. Jadi ya, aku tidak mungkin menolaknya.”

Lily tersenyum lebar mendengar hal itu. “Gamsahamnida, Han Isa-nim! Aku berjanji akan bekerja lebih keras!”ucapnya senang.

“Nah, karena kau sudah mengatakan itu. Aku jadi ingin membahasnya sekarang. Aku dengar dari managermu kau menerima tawaran iklan dari The Shilla, tapi sekarang kau ingin menolaknya. Dan aku dengar alasannya karena Jung Yunho. apa itu benar?”

Lily menghela napas mendengar pertanyaan itu. “Ne, Isa-nim.”

“Lily.”Kali ini Lily bisa mendengar nada serius dari pria tua itu. “Aku tidak tahu apa masalahmu dengannya, dan aku juga tidak akan memaksamu untuk memberitahuku. Tapi bersikaplah profesional. Ini tawaran besar untukmu. Kau akan semakin terkenal jika bekerja sama dengan mereka. Lily, kau mengerti kan?”

Lily menghela napas. Ia tahu betul jika ia tidak mungkin membantah pria tua itu. walaupun sebenarnya ia bisa menolak, tapi ia tidak akan melakukannya. Lily sudah banyak berhutang budi padanya, dan rasa terima kasihnya yang besar itulah yang membuatnya merasa tidak enak jika menolak hal yang sebenarnya baik untuk karirnya itu.

“Arasseo, Isa-nim…”ucapnya pelan.

“Good. Aku tidak bisa mengosongkan jadwalmu lagi, karena kau harus syuting drama. Tapi aku bisa mengusahakan untuk memperpendek waktu syutingmu dalam sehari dengan alasan kesehatan. Jadi, bersenang-senanglah dengan anak itu.”

Lily kembali tersenyum lebar. Tanpa sadar ia membungkukkan tubuhnya untuk menyatakan rasa terima kasihnya pada pimpinan agensinya itu. “Gamsahamnida, Isa-nim!”jawabnya senang.

Setelah menutup telponnya, Lily menoleh pada Youngri dan Ang Hyeon yang sedang menunggu jawaban darinya dengan senyum penasaran. “Youngie akan pergi ke Seoul!”ucap Lily senang yang langsung mendapat pelukan dari Youngri.

“Asik! Gomawoyo Eomma!”ucap Youngri senang lalu mencium pipi Lily.

Lily memeluk erat Youngri dengan gembira. Hanya dengan memikirkan waktu yang akan dihabiskannya berdua Youngri sudah cukup membuatnya merasa senang.

Jika ada Youngri, ia akan bisa melupakan semua hal yang menyakitkan yang terjadi padanya di masa lalu. Ia hanya berharap, semoga kehadiran Youngri nanti tidak diketahui media. Kali ini ia bisa kan mendapatkan sedikit ketenangan?

~TBC~

Karena inti ceritanya tentang masa lalu, mungkin bakalan banyak yg masih belum jelas. Tapi di chapter ini udh mulai kubuka sedikit2 tentang masalahnya apa, jadi sabar yaaa^^ Sebenarnya aku tuh agak kurang sreg sama cara penulisan di cerita ini, nah menurut kalian gimana? apa perlu diubah?

9 tanggapan untuk “When You Come to My Life 4/?”

  1. Sebenernya pertanyaan ne ud d part2 sblumnya, apa sih hubungan lily sama yunho, trus yongri tu anaknya lily bukan???
    Penasarannnn

  2. iya masa lalu lily n yunho udah agak kebongkar sesikut demi sedikit tapi masi bingung ma hubungan mereka,,,, kyk persahabatan yg erat or pacar or ada rasa suka salah satu diantara mereka????
    q nantiin bgt masa lalu y kebongkar…..
    n itu youngri beneran anak y lily or anak yg dianggap anak sama lily????
    ang hyeon kyk nyimpen perasaan ke yunho, jadi makin penasaran nuh tiap part y,,, selalu ja ada hal yg bikin tanda tanya di tiap part y….
    yoochun ma lily hubungan y udah agak enakkan nih.
    Lanjutan y jgn lama2…..

Your Comment Please