She’s My Everything (Another Story of Happiness)

Holaaa~~ ternyata aku emang nggak bisa lari dari tanggung jawab, hiks. kepikiran terus buat cepet-cepet beresin sequel Happiness yang ini soalnya kasian sama roommates sayang yang bakalan nunggu lama -___- Jadilah aku sempet-sempetin (dengan diiringi omelan mama) untuk nyelesain sequel tentang Changmin oppa ini.

Maaf kalo ceritanya gaje-segaje-gajenya. Aku lagi ditinggalkan si dewa ide waktu bikin ini, jadilah hasilnya apa adanya. Mungkin bakal ada yang kecewa sama sequel ini, tapi inilah hasilnya. Boleh kasih kripik eh, kritik yang pedes banget buat aku kalo kalian ngerasa nggak suka sama ceritanya 😀

Oh iya, di sini cast-nya mungkin agak nyeleneh. Aku minta Mbak Keiko Kitagawa (artis Jepang) buat jadi lawan mainnya Changmin oppa. ada yang nggak tau Keiko Kitagawa? kalo nggak tau, coba deh search di google tentang dia. Mbak Keiko cantik banget loh :3

Dan inilah karya terakhirku sebelum aku hiatus selama beberapa waktu.

Enjoy reading guys 😀

 

Casts : Shim Changmin and Keiko Tachibana (Keiko Kitagawa)

Supporting casts : Shinichi Tachibana (OC)

I’m really, very foolish
I know of no one other than you
you’re looking at someone else
yet you have no idea of my feelings like this

                SS501 – ‘Because I’m Stupid’

                “Jadi sekarang dia sudah menikah?”

Kutatap gadis di hadapanku dengan pandangan tidak bersemangat. Sungguh, membicarakan hal pribadiku dengan orang lain sebenarnya bukanlah gayaku. Tapi masalah ini kalau tidak kubagi dengan orang lain, bisa-bisa aku gila karenanya. Memendam sendirian perasaan menyesal dan kesedihan hanya akan membuatku stres, jadi kuputuskan untuk membicarakannya pada seseorang.

Dan pilihanku jatuh pada Keiko Tachibana, teman sekantor sekaligus anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.

Well, bisa dibilang kami bersahabat. Sebelum pergi ke Korea, aku dan Keiko pernah mengerjakan sebuah proyek bersama dan sejak itulah kami berhubungan cukup akrab. Keiko seperti adik bagiku. Kalau dipikir-pikir lagi, dulu dia seperti… pengganti Soo Young. Tempatku mencurahkan perhatian seorang kakak pada adiknya, tempatku bercerita, tempatku bisa sedikit melepaskan beban di hatiku yang sebelumnya sering kupendam sendiri.

Sekali lagi aku mengembuskan nafas panjang. Entah sudah yang keberapa kali. Kualihkan pandangan ke jalanan di luar jendela besar itu. “Begitulah. Dia sudah menemukan orang yang tepat untuknya,” sahutku lirih.

Keiko tidak langsung bereaksi. Aku jadi penasaran dan meliriknya. Oh, dia sepertinya sedang berpikir. Sesaat kemudian dia membuka mulutnya, “Kurasa kau harusnya bahagia, Changmin-san.”

Aku menatapnya tanpa ekspresi. Aku tahu itu. Aku tahu harusnya aku ikut bahagia bersamanya, tapi semua orang juga tahu itu sulit.

“Kau harusnya bisa merelakannya. Bagaimanapun dia sudah membuat keputusan. Hati tidak bisa dipaksa, Changmin-san. Yang bisa kaulakukan sekarang hanya mendoakan kebahagiaannya, bukan?” ucap Keiko lagi. “Oh iya, dan kau sebaiknya mulai mencari kebahagiaanmu sendiri.”

Entah kenapa, aku hanya bisa terpaku mendengar kalimat terakhirnya. Rasa hangat menjalari dadaku begitu otakku memproses dan merekam ucapannya itu. Memang benar. Harusnya aku mulai mencari kebahagiaanku sendiri dan bukannya terus-terusan menyesali keadaan dan mengharapkan hal yang mustahil. Mengharapkan Soo Young kembali padaku adalah hal yang musathil, bukan?

Perlahan senyum mengembang di wajahku. Keiko selalu bisa membuat perasaanku lebih baik. Sama seperti Soo Young…

Keiko menatap sosok yang berdiri tidak jauh darinya itu dengan senyum terkembang. Sosok itu, lebih tepatnya laki-laki itu, sedang menjelaskan sesuatu pada dua orang mandor proyek yang sedang ditanganinya. Tangannya ekspresif menunjuk apa yang dia jelaskan, yang segera diikuti oleh pandangan dua orang mandor itu.

Keiko menghela nafas. Entah sudah sejak kapan perasaan itu ada di hatinya. Laki-laki itu selalu mendengarkan cerita-ceritanya, yang tidak penting sama sekali, dengan sabar. Bahkan laki-laki itu selalu memberi feedback, tidak peduli betapa tidak pentingnya cerita Keiko. Dia benar-benar selalu memperhatikan setiap kata yang Keiko ucapkan, bahkan laki-laki itu bisa mengingatnya di saat Keiko sendiri lupa kapan dia pernah mengatakannya.

Intinya, laki-laki itu benar-benar membuatnya merasa penting. Itulah yang membuat Keiko jatuh hati padanya.

Kemarin, saat Changmin menceritakan semua perasaannya pada Keiko, gadis itu ikut merasa terpukul. Laki-laki yang disukainya sedang sedih dan tertekan, bagaimana bisa dia bergembira walaupun sebenarnya ada kabar baik untuknya terselip di cerita Changmin. Tapi tidak, dia tidak bisa behagia jika melihat Changmin sedih seperti itu.

Laki-laki itu menoleh dan tersenyum. Keiko melambai padanya dan balas tersenyum. Laki-laki itu kembali pada dua orang mandor, mengatakan sesuatu, sebelum akhirnya berbalik dan mulai berjalan mendekati Keiko.

“Sudah selesai, Monsieur (tuan) Shim?” tanya Keiko ketika laki-laki itu sudah berada di hadapannya.

Laki-laki itu, Shim Changmin, mengangguk. “Sudah. Ayo kita pergi.” Ia lantas beranjak masuk ke mobil. Keiko mengikutinya dan masuk ke kursi penumpang. “Kau mau makan apa?” tanya Changmin setelah mobil mereka melaju di jalan raya.

Keiko mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di bibirnya. Berpikir. “Mm, bagaimana kalau kita makan makanan Jepang? Sudah lama aku tidak makan sushi. Bagaimana?” tanyanya penuh harap.

Changmin menoleh sekilas dan tersenyum. “Baiklah. Sesuai dengan permintaanmu, Tuan Putri.” Ia lantas memasukkan persneling dan menginjak pelan pedal gas untuk menambah kecepatan mobil.

                “Kau tahu, kemarin Ayah mengenalkanku pada seorang laki-laki lagi. Kata Ayah, kemungkinan besar perjodohanku dengan laki-laki itu akan dilaksanakan. Beliau tinggal meminta persetujuanku. Ciss, aku kesal sekali waktu Ayah memaksaku untuk cepat-cepat menikah. Bayangkan saja, aku ini masih muda. Umurku saja belum genap 25 tahun, tapi Ayah sudah cerewet menyuruhku menggandeng seorang laki-laki sebagai pacar. Ada-ada saja.” Keiko terus mengoceh sambil menyumpit sushi-nya dan memasukkannya ke dalam mulut.

Changmin menatapnya sambil terkekeh pelan. “Ayahmu sudah ingin memilik cucu, Keiko-san.”

Keiko mendengus. “Menyebalkan. Ah, laki-laki yang kemarin dikenalkan Ayah padaku… dia lebih menyebalkan lagi,” cetusnya dengan semangat 45.

Changmin membulatkan matanya. “Kenapa?”

“Dia adalah anak seorang pengusaha terkenal di Jepang. Umurnya sudah 30-an, tapi sikapnya masih seperti anak kecil. Bayangkan Changmin-san, dia menelepon ibunya terlebih dulu sebelum mengajakku ke sebuah pub. Dia minta izin terlebih dulu! Aish, anak manja.”

“Hei… kau boleh bercerita, tapi jangan sampai kau menyakitiku.” Changmin tertawa pelan melihat Keiko bercerita sambil mengacung-acungkan sumpitnya ke arahnya.

Keiko nyengir dan menambahkan, “Dia sama sekali bukan tipeku.”

“Lalu tipemu itu yang seperti apa?”

Uhuk! Keiko tersedak begitu mendengar pertanyaan Changmin. Gadis itu terbatu-batuk dan wajahnya memerah karena kesulitan bernafas. Changmin langsung berinisiatif menepuk-nepuk punggungnya dan menyodorkan segelas air putih.

“Pelan-pelan saja makannya, Keiko-san. Tidak usah terburu-buru.”

Keiko mengangguk dan meminum air yang disodorkan Changmin. “Merci (terima kasih),” ucapnya ketika nafasnya sudah normal. Ia lantas menatap Changmin dengan tatapan penuh arti.

Pertanyaan laki-laki itu benar-benar membuatnya kaget. Sebenarnya itu pertanyaan yang wajar diajukan oleh siapapun. Tapi ketika Changmin yang menanyakannya, hati Keiko jadi rusuh karena laki-laki itulah yang disukainya.

“Aku sudah selesai.” Keiko meletakkan sumpitnya di atas meja.

Changmin menatapnya dan tersenyum. “Aku juga kok. Jadi mau kuantar pulang sekarang?”

“Baiklah.” Gadis itu tersenyum lebar dan mengangguk.

“I finally set my heart to leave
And it came to me like a harsh storm
It might be a fate that will wash away like the rain
Because it was more painful than a fate shattered like glass
At the end of this walk, I let you know but you wouldn’t know”

                Super Junior – ‘Storm’

                Kuhentikan mobilku tepat di depan rumah Keiko yang lumayan besar. Gadis itu mulai melepaskan seatbelt-nya dan setelah selesai, ia menatapku sambil tersenyum lebar. “Terima kasih, Changmin-san.”

Aku mengangguk dan balas tersenyum. “Sama-sama. Aku juga berterima kasih padamu, Keiko-san. Berkat kau sekarang perasaanku jadi lebih baik. Kau benar-benar sahabat terbaikku.”

Keiko terdiam dan perlahan senyumnya surut. Kenapa? Apakah aku mengatakan hal yang salah? Tapi kemudian ia tersenyum lagi, membuatku menyerngitkan dahi karena bingung. “Begitukah? Aku sahabat terbaikmu?” tanyanya pelan. Sangat pelan sampai aku tidak yakin dia membutuhkan jawabanku.

“Tentu saja,” sahutku pasti. “Kau memang yang terbaik.”

“Bukannya Soo Young yang terbaik?” Keiko tiba-tiba menatapku lurus-lurus.

Aku tersentak. Tatapan mata itu… kenapa dia kelihatan begitu terluka? Sebenarnya apa yang sudah kulakukan? Apa aku mengatakan hal yang salah? “Apa maksudmu, Keiko-san?”

Keiko mengerjapkan matanya beberapa kali, lantas mengalihkan pandangannya. “Maafkan aku, Changmin-san. Lupakan kata-kataku barusan. Aku hanya terlalu lelah.” Ia menatapku dan tersenyum kecil. Aku merasa senyumnya itu adalah senyum lelah. “Terima kasih sudah menganggapku sebagai sahabat terbaikmu, Changmin-san.”

Keiko membuka pintu mobil dan mulai beranjak dari kursi penumpang. Entah apa yang mendorongku, kutahan tangannya tepat sebelum dia keluar. Keiko menatapku dan kutemukan kekagetan di matanya.

“Kenapa?” bisiknya, terdengar sangat lelah.

Aku tergagap. Benar, kenapa aku ini? Kenapa aku menahannya? Ada apa denganku? Ah, bahkan aku tidak tahu kenapa aku menahannya. Yang aku tahu, aku akan menyesal jika aku membiarkannya keluar dari mobil ini. Aku akan menyesal jika aku membiarkannya pergi.

“Kita butuh bicara…”

“Besok saja. Aku sudah terlalu lelah malam ini, Changmin-san.”

Aku tersentak. Ini pertama kalinya dia menolakku. Bukan hanya lewat kata-katanya, tapi juga lewat sikap dan tatapan matanya. Kenapa?

“Aku ingin istirahat, Changmin-san. Aku janji, besok aku akan menemuimu.” Ia tersenyum tipis dan saat itulah hatiku terasa lebih ringan. Seolah beban berat yang tadi kurasakan lenyap tak berbekas.

Kulepaskan genggaman tanganku di lengannya. Keiko tersenyum sekali lagi sebelum benar-benar keluar dari mobilku. Dia masih berdiri di pinggir jalan ketika aku memutuskan untuk pergi. Sosoknya semakin mengecil di kaca spionku, sedangkan hatiku makin tidak menentu ketika sosok itu akhirnya menghilang.

                Keiko menepati janjinya padaku. Ketika istirahat makan siang gadis itu menghampiriku di kubikel-ku dan mengajakku makan di luar. Kurasa dia sedang tidak berada dalam mood yang bagus. Wajah biasanya ceria itu sekarang ditekuk dan sama sekali tidak dihiasi dengan seulas senyum pun.

Kami berjalan beriringan melewati jalan setapak sebuah taman sambil membawa bungkusan fish and chips yang baru saja kami beli sebagai makan siang. Tumbuh-tumbuhan di taman itu sudah mulai menghijau, bunga-bunga kecil mulai bermekaran menyambut datangnya musim semi. Udara di taman ini juga sudah mulai menghangat, membuat burung dan tupai yang tadinya hanya berdiam diri dalam sarang, keluar dan bermain-main di pohon. Keceriaan musim semi sudah datang.

Tapi tidak dengan Keiko. Gadis itu masih saja memasang ekspresi datar bahkan ketika kami sudah mendapatkan sebuah bangku kosong di taman itu. Keiko lebih memilih memakan fish and chips-nya dalam diam.

Aku tahu Keiko akan terus begitu jika aku tidak mengatakan apa-apa, jadi aku memutuskan untuk memulai permbicaraan. “Kau… baik-baik saja?” tanyaku hati-hati.

Benar saja. Gadis itu menoleh untuk menatapku sebentar. Ia lantas mengalihkan perhatiannya dan kembali menggigit fish and chips-nya. “Kurasa kau sudah tahu jawabannya. Mood-ku sedang buruk hari ini.”

Mendadak aku merasakan kelegaan yang amat sangat begitu mendengar suaranya. Tanpa sadar bibirku membentuk sebuah senyuman. “Aku sudah tahu, makanya aku terus bertanya-tanya tentang alasannya. Maukah kau menceritakannya padaku?”

Keiko menggeleng pelan. “Aku tidak tahu apa aku bisa menceritakannya pada orang lain, bahkan padamu sekalipun. Butuh keberanian yang besar untuk membaginya dengan orang lain, Changmin-san.” Ia menatapku dan aku terpaku melihat sinar matanya yang redup, tidak seperti biasanya.

“Baiklah kalau begitu. Cerita saja kalau memang kau sudah siap dan ingin menceritakannya. Aku selalu siap mendengarkanmu.” Mataku menerawang menatapi sinar matahari yang menerobos dahan-dahan pohon.

Tiba-tiba aku mendengar suara terisak dari Keiko. Ketika aku menoleh, kudapati Keiko memang sedang terisak. Air mata besar-besar turun dari matanya yang indah, membasahi pipinya yang mulus.

Aku merasakan sebuah dorongan untuk memeluknya dan segera saja kurengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Guncangan tubuh Keiko bertambah keras ketika lenganku merengkuhnya. Ia makin terisak dan mulai bicara terbata-bata, “Aku… aku sudah memutuskan… tadi malam… aku sudah memutuskan… untuk menerima… perjodohan itu.”

Aku tersentak. Perjodohan? Apa gadis ini pernah mengatakan tentang perjodohan? Tapi… mendengarnya berkata seperti itu, kenapa hatiku terasa tidak tenang? Kenapa rasanya aku tidak rela?

Keiko melepaskan pelukanku. Ia lantas menatapku dengan mata sembabnya. “Aku sudah memutuskannya, Changmin-san.”

Nafasku tercekat di kerongkongan melihat air matanya. Tapi entah kenapa pertanyaan itu masih bisa keluar dari mulutku. “Kenapa?”

Gadis itu tersenyum. Senyum miris. “Karena aku tahu aku harus melakukannya. Demi kebaikanku.”

Tidak. Ada yang salah dengan hatiku saat ini. Kenapa dia berdebar keras sekali seolah hendak menyuruhku untuk… Ah, tidak. Ada apa dengan otakku? Kenapa aku sampai berpikir untuk meminta Keiko membatalkan keputusannya? Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa aku jadi kacau seperti ini?

Ketika aku masih tenggelam dalam kebingungan, Keiko tiba-tiba berdiri. “Aku pergi dulu,” ujarnya lirih sambil tersenyum. “Terima kasih sudah mau menjadi temanku selama ini. Terima kasih sudah menganggapku sebagai sahabat terbaikmu. Aku merasa senang bisa mengenalmu, Changmin-san.”

“Keiko-san…”

Dia mengisyaratkan aku untuk diam, lantas melanjutkan ucapannya, “Untuk selanjutnya, kurasa akan lebih baik jika kita tidak bertemu lagi. Tolong anggap kita tidak pernah saling mengenal. Bantu aku untuk melupakan perasaanku padamu, Changmin-san. Tolong.”

How can I forget you?
Should I put an effort to try and forget you?
will we ever be able to go back to what we had?
Last words which made us both at a loss for words

DBSK – ‘How Can I’


Sudah dua minggu berlalu sejak terakhir Keiko bertemu dengan Changmin. Gadis itu benar-benar memegang teguh kata-katanya. Berusaha meneguhkan hatinya untuk benar-benar melupakan laki-laki itu meskipun akan sulit.

Keiko akhirnya memutuskan untuk mundur teratur begitu dia tahu bahwa statusnya di mata Changmin tidak akan pernah berubah. Keiko tahu, di hati Changmin hanya ada Soo Young seorang. Tadinya Keiko tidak pernah mempermasalahkan itu karena dia yakin akan tetap mencintai Changmin meskipun laki-laki itu tidak pernah menatapnya. Tapi ketika mendengar Changmin menyebutnya sebagai sahabat terbaik, Keiko mulai berpikir apa dia sanggup terus-terusan berdekatan dengan laki-laki itu sebagai ‘sahabat’?

Ego-nya menang. Keiko tidak ingin terus-terusan terjebak dalam perasaan yang tidak mengenakkan sehingga dia memutuskan untuk pergi dan menarik hatinya. Tapi rupanya melupakan Changmin butuh usaha yang begitu keras karena sampai sekarang faktanya Keiko masih belum bisa mengusir bayangan laki-laki itu dari otaknya. Dia terus saja bercokol dalam pikiran Keiko.

“Keiko, bisa ke ruangan Ayah sekarang?”

Suara ayahnya yang terdengar melalui interkom menyadarkan Keiko dari lamunan. Yeoja itu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengembuskan nafas panjang dan bangkit dari duduknya untuk menuju ruangan Ayahnya di lantai 5.

                “Ada apa, Ayah?” Keiko mengempaskan tubuhnya di sofa, lantas menatap ayahnya yang masih sibuk meneliti sebuah berkas.

“Kau sedang tidak ada proyek, bukan?” tanya ayahnya tanpa mengalihkan perhatian dari berkas-berkas itu.

“Begitulah,” sahut Keiko, tanpa semangat sama sekali.

Ayah Keiko, Shinichi Tachibana, meninggalkan berkas-berkas yang sedang dibacanya dan memusatkan perhatian kepada putrinya ketika mendengar jawaban tidak bersemangat dari Keiko. Ia menatap lurus ke arah Keiko, membuat gadis itu mengangkat sebelah alisnya.

“Kenapa Ayah menatapku seperti itu?” ujarnya bingung.

Shinichi Tachibana tersenyum. “Ada apa denganmu, Keiko-chan? Kenapa tidak bersemangat?”

Keiko mengembuskan nafas. Bimbang. Apa dia harus berterus terang pada ayahnya soal perasaannya saat ini? Keiko tidak bisa menebak reaksi apa yang akan ayahnya berikan jika mendengar cerita Keiko. Tapi akhirnya gadis itu memutuskan untuk menceritakan semuanya.

“Soal perjodohan yang kukatakan pada ayah malam itu… aku ingin menundanya, Yah.”

Keiko menatap wajah ayahnya untuk mengira-ngira reaksinya. Tapi pria paruh baya itu ternyata tersenyum. “Ayah tahu kau belum siap, Keiko-chan. Tidak usah dipaksakan kalau kau belum mau. Lagipula, Ayah sebenarnya bingung ketika kau menerima perjodohan itu. Ayah kira kau akan menolaknya. Bukankah kau menyukai Changmin?”

Mata Keiko terbelalak. Demi apapun! Dari mana ayahnya tahu kalau dia menyukai Changmin?! “Gadis itu menatap ngeri ayahnya. “Ayah… dari mana Ayah tahu kalau aku menyukai Changmin-san?”

“Aku ini ayahmu, Keiko-chan. Aku tahu kau menyukainya hanya dengan melihat tatapanmu padanya.”

Keiko mendengus. “Lalu kenapa Ayah masih saja menyuruhku untuk melakukan kencan buta dengan laki-laki lain?”

Shinichi Tachibana terkekeh. “Tentu saja untuk membuatmu menyatakan perasaan itu pada Changmin. Ayah kira jika Ayah terus-terusan mendesakmu, kau akan jujur pada Changmin tentang perasaanmu. Tapi kenapa sekarang Ayah lihat kau malah menjauhinya?”

Keiko mengalihkan pandangannya ke luar jendela besar di sampingnya. Hatinya kembali bergejolak mengingat kejadian dua minggu lalu. Kejadian di mana Changmin bilang bahwa Keiko tidak lebih dari sekedar sahabat. Kejadian itu… ah, Keiko harusnya tidak perlu mengingatnya lagi.

“Keiko-chan?”

“Hai (iya)?” Keiko tergagap. Lamunannya buyar dan dia kembali menatap ayahnya. “Oh, itu… tidak apa-apa. Aku hanya merasa tidak pantas berada di sampingnya. Ah, ngomong-ngomong, kenapa Ayah memanggilku ke sini? Ayah bukan ingin membicarakan hal ini, kan?”

Ayah Keiko menyodorkan berkas yang tadi dibacanya kepada Keiko. “Lihatlah ini.”

Keiko menerima berkas itu dan mulai membacanya. Berkas tentang proyek hotel dan resort baru di Nice. “Proyek di Nice? Kenapa?”

“Maukah kau memegang kendali atas proyek itu?” tanya ayah Keiko, membuat gadis itu mengangkat sebelah alisnya.

“Tapi ini proyek besar, Ayah,” sahut Keiko pesimis. Jujur, memegang kendali atas proyek sebesar ini sendirian membuatnya agak ketar-ketir. Dia belum se-profesional itu.

“Ayah percaya kau bisa, Keiko-chan. Kau mau membantu Ayah kan?”

Keiko menimbang-nimbang. Mengurusi proyek ini berarti dia harus tinggal di Nice. Tinggal di Nice berarti dia bisa jauh dari Changmin untuk sementara waktu. Jauh dari Changmin sementara waktu berarti dia mungkin bisa melupakan perasaannya dengan lebih mudah.

Keiko lantas mengangguk mantap. “Baiklah. Aku mau, Ayah.”

Senyum Shinichi Tachibana mengambang lebar. Ia menepuk-nepuk pundak Keiko dengan bangga. “Ayah tahu kau bisa diandalkan.”

Keiko ikut tersenyum, lantas bangkit dari duduknya. “Apakah masih ada yang ingin Ayah bicarakan? Kalau tidak ada, aku permisi keluar dulu.”

Ayah Keiko mengangguk dan menatap punggung putrinya yang berjalan menjauhinya. Tepat sebelum Keiko membuka pintu, pria paruh baya itu memanggilnya, “Keiko-chan, kalau kau terpaksa menjalani perjodohan yang Ayah atur itu, lebih baik kau tidak menjalaninya. Lebih baik perjodohan itu dibatalkan.”

Keiko menatap ayahnya dengan senyum lebar di bibir. “Aku mengerti, Ayah.” Gadis itu lantas membuka pintu dan keluar dari ruangan itu dengan perasaan lega. Oh, setidaknya agak lega. Sedikit beban di dadanya sudah terangkat dengan menceritakan masalahnya pada ayahnya.

Aku memicingkan mata begitu melihat sosok itu. Keiko Tachibana baru saja keluar dari ruangan ayahnya. Mulutku tergerak untuk memanggilnya tapi entah kenapa suaraku tidak mau keluar dari tenggorokan. Kemudian aku teringat ucapan Keiko di hari terakhir kami bertemu. Dia memintaku untuk bersikap seolah kami tidak saling kenal. Dia memintaku untuk membantunya melupakan perasaannya.

Aku mendesah. Perasaan apa? Sampai sekarang aku frustasi karena tidak tahu apa maksud ucapan Keiko itu. Sesungguhnya aku ingin sekali bertanya pada Keiko, tapi melihat usahanya untuk menghindar setiap bertemu denganku membuatku mengurungkan niat.

Tapi akhir-akhir ini, semakin jauh Keiko dariku, aku semakin merasa kosong, merasa kehilangan. Ada yang hilang dari keseharianku, dari kehidupanku. Well, ini pernah kualami ketika pertama kali pindah ke Prancis. Aku kehilangan Soo Young. Tapi kali ini lebih dari itu karena aku merasa… sebelah hatiku juga ikut hilang.

Akhirnya aku sadar tentang perasaanku. Aku menyukai Keiko. Aku menyayanginya, lebih dari seorang kakak kepada adiknya.

If this moment passes, if this moment is over
We will be separated forever
I love you, I love you to death
Don’t leave me

                Davichi – ‘Don’t Say Goodbye’

Keiko lelah sekali. Tulang-tulangnya seperti ingin copot dari persendian saking pegalnya. Gadis itu menepuk-nepuk lengan dan pahanya dengan tangan kanannya untuk meredakan rasa pegal yang dirasakannya di kedua bagian tubuh itu. Hari ini memang melelahkan. Pagi-pagi sudah harus mengunjungi lokasi proyek, memastikan semuanya berjalan dengan lancar, lalu rapat dengan tim pengembang, setelah itu bertemu dengan perusahaan partner proyek ini, dan ditutup dengan kunjungan ke lokasi proyek lagi.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Tadinya dia ingin sekali pergi ke restoran favoritnya di Nice. Tapi kalau begini keadaannya sekarang, yang ingin dia lakukan hanyalah berendam air hangat lalu tidur dengan nyaman. Dan itu sudah pasti langsung dilakukannya setelah ia sampai di apartemennya.

Tiba-tiba ponsel di dasbor mobil Keiko menyanyikan reff lagu kesukaannya. Sebuah lagu Korea yang didapatnya dari ponsel Changmin. Lagu yang berjudul ‘Happiness’ milik Super Junior. Keiko langsung terpesona pada lagu itu begitu dia mendnegarnya untuk pertama kali. Dan ketika mencari tahu artinya, Keiko makin jatuh cinta pada lagu itu.

Gadis itu meraih ponselnya dengan agak susah payah karena letaknya yang sulit dijangkau. Keiko sampai harus mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mengambil benda itu. Tapi ketika benda yang terus-terusan bernyanyi itu sudah berada dalam genggaman, Keiko malah menjatuhkannya ke lantai mobil.

Keiko berdecak sebal. Ia melepaskan seatbelt, lantas menggapai-gapai lantai mobil untuk mencari ponselnya yang terjatuh. Sama sekali tidak sadar bahwa mobilnya sudah berpindah jalur. Gadis itu akhirnya mendapatkannya. Ponsel itu sudah berada dalam genggaman.

Keiko menegakkan badan dan terhenyak. Di depan sana, tidak jauh darinya, sebuah mobil muncul dari arah berlawanan. Keiko menjerit sekuat tenaga, tapi jeritannya teredam oleh suara klakson mobil itu. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk membanting stir ke kiri, menghindari mobil itu.

Mobil terguling beberapa kali di jalanan dan Keiko merasa tubuhnya dilempar ke sana ke mari. Yang terlintas dalam otaknya saat itu adalah wajah ayahnya dan wajah Changmin. Keduanya muncul bergantian dalam bayangan yang bentuknya seperti film tidak bersuara. Ketika mobil berhenti berguling dalam posisi terbalik, Keiko masih sadar. Gadis itu masih bisa merasakan sakit di bagian perut dan kakinya. Dan mencium bau darah yang mengucur dari pelipisnya. Dan bayangan Changmin yang sekali lagi melintas di hadapannya.

Lalu semuanya gelap dan Keiko tidak tidak merasakan apa-apa lagi.

Changmin menjatuhnya ponselnya begitu mendengar kabar itu dari ayah Keiko. Gadis itu, gadis yang dicintainya mengalami kecelakaan hebat di Nice. Tiba-tiba tubuh Changmin bergetar hebat. Antara sadar dan tidak, laki-laki itu meraih kunci mobilnya lalu begegas lari keluar apartemen untuk turun ke tempat parikir.

Dia harus menemui Keiko saat itu juga.

                “Sir…” kudekati Mister Tachibana yang duduk di kursi panjang di depan ruang ICU. Wajahnya tampak kuyu dan kehilangan cahaya. Dia hanya menatapku sekilas, lantas kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Aku duduk di sebelahnya dalam diam. Setelah menyetir ke Nice seperti orang gila, baru sekarang aku merasa tubuhku gemetar hebat. Rasanya lemas sekali sampai-sampai aku tidak tahu bagaimana caranya berbicara. Tenagaku sudah terserap habis begitu mendengar bahwa Keiko mengalami kecelakaan.

“Dia koma.”

Kepalaku berputar perlahan, menatap Shinichi Tachibana. Kalau saja aku boleh berharap, aku akan berharap bahwa dia sedang salah dengar. Oh, bukan. Aku akan berharap bahwa ini semua mimpi buruk. Aku sedang bermimpi dan sebentar lagi mimpi ini akan selesai. Lalu aku bangun seperti biasa, bekerja, dan menghabiskan malam dengan memandangi foto Keiko. Menyesali ketidakpekaanku pada perasaannya.

Tiba-tiba nafasku terasa begitu sesak. Aku sampai harus memegangi dada untuk bisa mengeluarkan suara, “Seberapa… seberapa parah?” tanyaku lirih, sangat lirih.

Mister Tachibana menggeleng pelan. “Kita hanya bisa berdoa…”

Kuhela nafas panjang mendengar jawaban itu. Kututup mataku dan bayangan Keiko yang sedang tersenyum lebar melintas di pikiranku. “Boleh saya melihatnya, Sir?” tanyaku lagi.

Mister Tachibana hanya mengangguk. Aku berdiri dan beranjak menuju ruang ICU tempat Keiko dirawat. Perlahan kubuka pintu ruangan itu. Udara dingin segera menyergapku. Tidak, ini tidak benar. Setelah kehilangan Soo Young, haruskah aku kehilangan… ah, sialan! Kenapa aku terus berpikiran buruk seperti itu?!

Keiko terlihat lemah di antara selang-selang penunjang kehidupan itu. Wajahnya datar tanpa ekspresi, tidak bercahaya sama sekali. Tidak ceria seperti biasanya. Kucoba mengembuskan nafas, sesak. Aku yang sudah membuatnya menderita seperti itu. Semua ini gara-gara aku!

Oh Tuhan! Kalau bisa, gantikan saja posisiku dengannya, Tuhan. Biar aku yang merasakan sakit itu. Biar aku yang merasakan penderitaannya. Semua itu gara-gara aku, jadi akulah yang berdosa.

The time came for us to meet
You are in front of me, crying with nervousness
I dried your tears, then I held your hand
I’m going to rise and give you, whose been with me
Happiness

                Super Junior – ‘Happiness’

                “Changmin-san…”

Aku menoleh ketika kudengar suara Keiko di belakangku. Kudapati gadis itu sedang menatapku sambil tersenyum lebar. Dengan susah payah dia menggerakkan kursi rodanya untuk mendekatiku. Segera kudekati dia terlebih dulu. “Harusnya kau memanggilku kalau ingin keluar kamar,” protesku.

Keiko tersenyum dan membiarkanku mendorong kursi rodanya menuju taman. “Ketika aku bangun, kau sudah tidak ada di kamarku. Kukira kau sedang pulang sebentar.”

Aku berdecak. “Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian, Keiko-san. Ah iya, tadi pagi-pagi sekali ayahmu datang untuk pamit ke Jepang, tapi kau belum bangun dan Beliau tidak mau membangunkanmu. Jadi dia hanya titip pesan padaku.”

“Ehm, Ayah sudah bilang kemarin. Tapi… kalau kau menemaniku di sini, apa kau tidak kerja?”

Kuhentikan dorongan kursi rodanya setelah berada di taman rumah sakit. Aku duduk di salah satu bangku panjang di sana, sedangkan Keiko tetap duduk di kursi rodanya. Menghadapku.

Kutatap dia lurus-lurus. Tidak dapat dikatakan seberapa besar rasa syukurku begitu mendengar gadis ini sadar seminggu hari yang lalu. Kecelakaan itu benar-benar buruk, dia mengalami retak tulang kaki dan cedera di tulang tengkoraknya yang menyebabkan gegar otak . Untung saja tidak terjadi hal yang lebih buruk daripada itu. Setelah koma selama tiga hari, Keiko akhirnya bisa melewati masa kritisnya. Saat itu tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain mengucap syukur pada Tuhan.

Sekarang Keiko sudah dipindahkan ke rumah sakit di Paris dan keadaannya mulai membaik.

“Keiko-san, sudah kubilang aku tidak akan meninggalkanmu sendirian lagi,” ucapku pada Keiko. Aku serius. Ucapan ini sudah kuulang-ulang sejak Keiko mengalami kecelakaan. Janjiku pada Keiko dan pada diriku sendiri, aku tidak akan pernah meninggalkannya lagi.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Ekspresinya berubah kesal tiba-tiba. “Memangnya aku anak kecil yang harus dijaga 24 jam?”

Aku terkekeh pelan. Keiko-ku sudah kembali. “Aku akan menjagamu. Selamanya.”

Keiko memukul lenganku pelan. “Ya! Sudah kubilang aku bukan anak kecil. Daripada kau menungguiku di sini, bukankah lebih baik kau pergi ke kantor dan mengurusi pekerjaanmu?” ujarnya merajuk.

Aku menggeleng dan tertawa. Melihatnya merajuk dan cerewet begini benar-benar lebih baik daripada melihatnya menghindar dan pura-pura tidak mengenaliku. Aku rindu sikapnya yang seperti ini. Perlahan, aku berlutut di hadapannya. Kutarik dia ke dalam pelukanku. Aku tahu Keiko pasti sudah terbengong-bengong sekarang, tapi aku tidak peduli.

Kueratkan pelukanku padanya. “Harusnya aku mengatakan ini dari dulu. Harusnya aku sadar tentang perasaanku sendiri. Harusnya aku tidak membuatmu jauh dariku. Sekarang aku sadar dan aku akan mengatakannya.”

Kulepaskan pelukanku dan kutatap dia lekat-lekat. Hampir saja aku tertawa melihat ekspresi Keiko yang terpana itu, tapi segera kutahan karena tidak mau merusak suasana. “Kurasa belum terlambat untuk mengatakan ini. Aku mencintaimu, Keiko-chan. Sangat mencintaimu.”

Mata Keiko membulat demi mendengar ucapanku barusan. Hahaha, dia pasti kaget sekali. Mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu… “Kau… serius?”

Ciss, dia ini. Kukira dia akan bertanya apa. “Tentu saja aku serius, Keiko-chan. Sebelumnya kukira kau adalah pengganti Soo Young, tapi lama kelamaan… aku tahu kau lebih dari itu. Kau yang bisa membuatku nyaman berada di dekatmu, Keiko-chan.”

Keiko masih terdiam, tapi kini dia menundukkan kepalanya perlahan-lahan. Kemudian bahunya terguncang pelan dan terdengar suara terisak. Aku terkejut dan segera mendekatkan wajahku padanya.

“Ada apa, Keiko-chan?” bisikku padanya. Kuangkat dagunya agar bisa melihat wajahnya. Kuhapus air mata yang mengalir di pipinya.

Dia tersenyum. Air matanya masih mengalir. “Aku… aku tidak menyangka kau akan mengatakan itu padaku, Changmin-san. Aku… ah, bukan. Na do saranghae.”

Mataku terbelalak. “Hei, kau bisa bahasa Korea?” ujarku terkejut. Dia tidak pernah bilang padaku kalau dia bisa bahasa Korea. Selama ini kami berkomunikasi menggunakan bahasa Prancis meskipun dia tahu aku bisa berbahasa Jepang.

Keiko tersenyum lebar. “Aku belajar sedikit-sedikit, ehehe.”

Kusentuh puncak kepala Keiko. “Aku mencintaimu, Keiko-chan.”

Tiba-tiba Keiko memukul lenganku lagi. Kali ini agak keras dan menimbulkan bunyi ‘bugh’. Aku meringis kaget. Dia ini selain cerewet dan bawel, juga suka sekali menggunakan kekerasan, ciss. Tapi melihat tawanya yang polos, mau tak mau aku juga ikut tertawa.

Aku mendongak menatap langit musim panas yang biru cerah. Tidak ada setitik awan pun di sana. Entah bagaimana aku merasa lega, legaaaa sekali. Soo Young ah, lihat aku. Sekarang aku telah menemukan kebahagiaanku sendiri. Gadis di sebelahku inilah kebahagiaanku.

She’s my everything.

 

 

 

finish~

 

 

huaaaa, aku emang selalu bermasalah sama ending sepertinya -___- nyari ending yang pas itu susah bangeeeeeet T___T #curcol

yah, meskipun ending-nya (dan ceritanya juga) amburadul -__- tapi tetep tinggalin komen ya roommates sayang 😀

oh iya, aku sedih loh. yang komen di ‘Let You Go’ (sequel Happiness buat Jiyeon eonni) Cuma sedikit, padahal yang minta bikinin sequel banyak -___- tapi nggak apa sih, yang penting karyaku udah dibaca 😀

dan yang terakhir, aku mau doaaaaa T___T

besok, hari senin besok tanggal 26 Maret 2012, aku UAS~~ *narihulahula* mohon doa restunya supaya langgeng #eh. bukan bukan, maksudku minta doanya supaya lancar aku ngerjainnyaaaa

ocre ocre? mau kan doaian aku? #maksa

yaudah deh kalo gitu, makasih ya roommates sayaaaaang 😀

makasih udah mau baca, makasih udah mau komen, makasih udah mau like, makasih udah mau doaian aku. saranghaeyo roommates-ku 😀

32 tanggapan untuk “She’s My Everything (Another Story of Happiness)”

    1. kasian nin , aku nggak tega liat changmin unyu menderita~~
      ditinggal Soo Young , ditinggal Keiko , cian sekali 😦
      lagian kalo dia dibikin menderita , aku ntar dibakar massa -___-

  1. first, kenapa sm org jepang?? kenapa gk sama org prancis aja?! #plaakk
    pas liat jdulnya “sequel happiness” aku lgsg jejeritan. finally, sodaraku si evil magnae dpt kebahagiaan juga! *joget2 bareng uno oppa*
    baca crita kyk gni tuh mengingatkan aku klo cinta itu dtngnya slalu gk nelpon dlu *eh?*
    bikin kesel gra2 trlalu ngedadak *halaahh*
    yah untungnya changmin nyadar, klo gk kan bego bgt, udh si keiko mw mati bru nyadar. ckckck~
    overall, aku suka crtanya, dian chagiyaaa~
    Hwaiting bwd ujiannya! >_<9
    *kiss dariku 'n suami -chuu~ :-*

    1. kenapa sama orang jepang ? entahlah , mungkin karena aku lagi kesengsem sama Mbak Keiko eonn . dia cantik banget :3

      tadinya mau aku bikin mati itu si Mbak Keiko , biar Changmin jadi gila #sadis #lirik-anin-inget-rencana-awal
      tapi aku mikir lagi , kalo changmin dibikin menderita ntar aku dibakar massa
      nggak jadi deh -___-

      makasih eonni~~~
      sekarang aku mau bener-bener konsen ujian~ doakan akuuuu 😀

  2. bagus minnie ga hrs terpuruk sama soo trs..tp knp y sama org jepang?? td sempet kepikiran kl keiko tachibana itu d ibaratkan sm keiko kitagawa yg seksii *pemeran rei hino d sailormoon live action* udh gt tinggi lagii cocok sm changmin..untung deh changmin ny ke buru sadar,,

    1. nggak ada alasan khusus kenapa harus sama orang jepang
      akunya aja yang lagi kesengsem sama Mbak Keiko KItagawa , nyehehe

      makasih udah mau baca dan komen 😀

  3. Yeah.. Happy ending..
    I like happy ending..
    Akhirnya changmin bahagia juga..

    Fighting buat ujiannya!
    Semoga lancar..
    Gomawo..

  4. Annyeong chingu..
    AHIRNYA sequel changmin publish.. Hahahaha
    Ahirnya changmin punya jodohnya sndiri sehabis ditinggal soo young nikah..
    Happy Endiiiiinngg.. I Like It.. (bˆ ³ˆ)b
    Waaah mau UAS yah.. Omooo..!!
    Didoa’in Smoga jawab soal2 Ujiannya Lancar ga Kesulitan.. Amin..
    Keep Fighting chinguuu (‘▿^)ง !!!

    1. annyeong eonni 🙂
      iyah , aku nggak bisa nggak publish ini cepet-cepet
      ngerasa bersalah kalo publish-nya kelamaan -___-

      makasih eonni doanyaaa 😀
      makasih juga udah mau baca dan komen fanfict ini 😀

  5. (>̯┌┐<)/* yaay!! Akhirnya changmin oppa dpt orang lain yg bisa gantiin soo young
    Shbt bs jd cinta
    Emang rawan sahabatan cowo cewe mah..
    Suka deh
    Cm knp keiko mesti koma dulu baru changmin panik
    Aigoo..ngga peka..–_–

  6. Happiness.
    Turut senang jg, Changmin jg dpat soulmatenya…Jiyeon eonni jg*Btw,Aku jg komen d partx Jiyeon Eonni. Komenku masuk kh??*
    kirain Changmin bklan ditggal mati,untgnya Dian baik hati ngejadiin Changmin jg ngerasain Happinness…

    Oiya, semg UAS td SUKSES!
    Amin.
    See u d next time, smg UaS & UaN nya sukses.

    1. aku nggak tega mau bikin changmin menderita eonn -,-

      btw , komennya masuk terus kok eonni 😀
      makasih yaaaa udah selalu ngikutin fanfict-ku~~

  7. akhirnya changmin menemukan tmbtan hatinya ^__^
    n smua happy ending..
    happiness 😀

    dongsaeng,goodluck y for ujiannya..

  8. crtnya sih bgs akhirnya changmin bs nglp in sooyoung,tapiiiiiii…sory bngt ya thor aku gak bgt meresapi,karenaaaaa maincast nya bkn kyuppa /yeppa he..he..sory bngt yaaa…

  9. thor bikin sequel reuni dunk…kyuyoung+changkei+jihyuk dunk…ktemu pas sama2 dah punya anak…apalagi kyuyoung tuh…anaknya dibuat kembar…hehehe

    ditunggu yaaaw thooor… ^o^

Tinggalkan Balasan ke Hyora Kim Batalkan balasan